KETERBUKAAN INFORMASI JADI PILAR DEMOKRASI, BAWASLU TEGASKAN PERAN SENTRAL DALAM PEMILU
|
Sumenep,Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Sumenep menngikuti kegiatan Cangkrukan Demokrasi secara virtual yang diikuti oleh seluruh 38 Bawaslu Kabupaten/Kota se-Jawa sebagai forum diskusi strategis dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya dalam aspek keterbukaan informasi.Selasa (17/06/2025).
Dalam sesi diskusi yang bertajuk “Keterbukaan Informasi sebagai Pilar Demokrasi dalam Penyelenggaraan Pemilu” menjelaskan bahwa keterbukaan informasi bukan hanya soal menyampaikan data kepada publik, tetapi juga bagian dari upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemilu.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Divisi Humas dan Data Bawaslu Jatim, Dwi Endah, menyampaikan target lembaganya untuk mendorong seluruh Bawaslu di Jawa Timur agar mampu meraih predikat informatif. Hal ini sesuai dengan standar Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 dan Peraturan Bawaslu Nomor 1 Tahun 2022.
“Target kita adalah seluruh Bawaslu se-Jawa Timur bisa meraih predikat informatif, agar pelayanan informasi kepada publik benar-benar dirasakan manfaatnya,” ujar Dwi Endah.
Sebagai langkah konkret, Bawaslu Jatim akan memperkuat kanal informasi resmi, meningkatkan kapasitas SDM, serta menjalin kerja sama strategis dengan Komisi Informasi dan lembaga masyarakat sipil dalam melakukan audit dan monitoring keterbukaan informasi.
Anggota Bawaslu Kabupaten Jember, Devi Aulia Rahim, menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik adalah kunci utama dalam mewujudkan demokrasi yang sehat dan pemilu yang berintegritas. Hal ini ia sampaikan dalam paparannya bertajuk “Keterbukaan Informasi sebagai Pilar Demokrasi dalam Penyelenggaraan Pemilu.”
Menurut Devi, demokrasi tidak akan pernah tumbuh dalam ruang yang tertutup. “Demokrasi tidak dapat hidup dalam kegelapan informasi. Keterbukaan adalah oksigen bagi kepercayaan publik,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa keterbukaan informasi bukan hanya sekadar kewajiban hukum, tetapi harus menjadi budaya kerja seluruh jajaran penyelenggara pemilu. Hal ini penting untuk menjamin legitimasi proses dan hasil pemilu, serta meningkatkan partisipasi publik.
Dalam konteks penyelenggaraan pemilu, keterbukaan informasi mencakup berbagai aspek krusial seperti tahapan pemilu, data pemilih, dana kampanye, hasil penghitungan suara, serta prosedur pelaporan dan penyelesaian sengketa. Landasan hukumnya diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Devi juga menyoroti peran penting penyelenggara pemilu sebagai sumber utama informasi yang akurat, tepat waktu, dan mudah diakses. “Penyelenggara pemilu bukan hanya fasilitator teknis, tetapi juga pengelola kepercayaan publik. Dan itu dimulai dari cara kita membuka informasi,” katanya.
Namun, ia juga tak menutup mata terhadap berbagai tantangan di lapangan. Mulai dari rendahnya literasi digital masyarakat, penyebaran disinformasi, keterbatasan infrastruktur, hingga dilema antara transparansi dan perlindungan data pribadi menjadi hambatan yang harus dihadapi secara serius.
Untuk itu, Devi menawarkan sejumlah strategi implementasi, seperti membangun kanal informasi resmi yang aktif, menetapkan standar layanan informasi publik secara internal, meningkatkan kapasitas SDM, dan menjalin kerja sama dengan Komisi Informasi maupun LSM dalam mengaudit keterbukaan informasi secara berkala.
Dalam penutupnya, Devi menekankan pentingnya komitmen dari seluruh pihak untuk menjadikan transparansi sebagai bagian dari budaya kerja.
“Demokrasi yang kuat hanya bisa tumbuh dengan pemilu yang terbuka. Transparansi bukan beban birokrasi, tapi jembatan menuju demokrasi yang sehat,” pungkasnya.
Dengan semangat itu, Devi mengajak seluruh penyelenggara pemilu untuk menjadikan keterbukaan bukan hanya sebagai kewajiban administratif, tetapi sebagai prinsip dasar dalam melayani masyarakat dan menjaga keadilan pemilu.
@Humas Bawaslu Sumenep